MANAGEMENT
PENGELOLAAN IBADAH SOSIAL
"Menghindari
Mudarat meraih Manfaat"
oleh : Abu Quhava Ahda Al-Banjary
Ibadah Qurban menjadi rutinitas sebagian besar kaum muslimin yang
memiliki kelebihan harta di tanggal 10 hingga 13 Dzulhijjah, bahkan sebagian
mustad'afin pun tetap semangat untuk berkurban di tengah keterbatasan. Ibadah yang
meneladani Nabi Ibrahim dan Ismail ini merupakan perwujudan kecintaan yang amat
tinggi kepada yang sepantasnya mendapatkan cinta yakni Allah SWT dan juga
bentuk kecintaan kepada sesama dalam bentuk ibadah sosial yang imbasnya
dirasakan masyarakat secara luas.
Shahibul Qurban seyogyanya memahami bahwa ibadah Qurban bukan
hanya sesuatu yang zahir terlihat, disaksiakn dan dirasakan oleh orang lain,
tetapi lebih dari itu merupakan kesadaran akan hakikat sebenarnya dari ibadah
qurban yakni berupa pendekatan diri kepada Allah dan perwujudan ketakwaan. Karena hewan
yang disembelih ataupun darah yang dialirkan dalam ibadah qurban tidak akan
sampai kepada Allah, yang sampai adalah ketakwaan dari orang yang berqurban
(shahibul qurban)
Allah Ta’ala berfirman,
لَنْ
يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى
مِنْكُمْ
“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat
mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat
mencapainya.” (QS. Al-Hajj: 37)
Mengingat
yang sampai kepada Allah adalah ketakwaan, maka jangan sampai ibadah yang
dilakukan malah menjadi ajang pemunculan riya dan sum'ah. Ibadah hanya untuk
prestise dan agar dianggap orang yang mampu. Jika hal ini terjadi, amal ibadah
qurban tak akan berbekas menjadi pahala karena tergerus oleh gelombang riya dan
sum'ah tanpa dirasa.
Ibadah
qurban memang mampu memberikan dampak yang cukup besar bagi masyarakat, akan
tetapi di sebagian tempat management yang buruk dari pelaksana ibadah qurban
malah membawa kemelaratan. Sebagaimana halnya zakat dan sedekah yang diberikan
pada saat menjelang idul fitri, seringkali orang berebut untuk mendapatkan
zakat atau sedekah sehingga terjadi saling dorong bahkan membawa kepada
kematian atau luka-luka karena terinjak-injak. Sama halnya dengan pelaksanaan
pembagian daging qurban, sebagian besar masyarakat rela berebut dan berdesakan
untuk berebut kantung-kantung daging kurban. Seharusnya panitia pelaksana harus
belajar dari pengalaman yang telah berlalu, perlu kiranya memiliki data yang
valid terkait jumlah calon penerima daging qurban sehingga pembagian bisa
dimaksimalkan. Selain itu seandainya pengumpulan calon penerima daging qurban
dalam tempat dan waktu bersamaan bisa memicu kejadian yang tidak diinginkan
seperti saling dorong atau saling injak, maka bisa ditentukan kebijakan lain
misalnya panitia yang membagikannya kepada calon penerima ke rumahnya
masing-masing. Selain itu bisa juga dibedakan waktu pengambilannya bagi
masing-masing calon penerima daging qurban,
sehingga bisa menghindari kerumunan orang yang bisa membawa kemudharatan.
"Sesuatu
yang baik tanpa diringi management yang baik akan melahirkan sesuatu yang buruk"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar