TONTONAN DAN DAMPAK BURUKNYA
Oleh Abu Quhava Ahda Al-Banjary
Tayangan televisi sudah sangat
memprihatinkan, tontotan yang disajikan lebih banyak berisi muatan-muatan (konten)yang berpotensi
merusak karakter para pemirsanya. Memang diakui beberapa acara televisi masih berisi materi yang baik dan bermanfaat, namun
jika dipersentasekan jumlahnya tidak sebanding dengan tayangan yang bersifat
merusak.
Meskipun dalam setiap tayangan ada keterangan
Bimbingan Orang Tua (BO), +13 (untuk anak di atas 13 Tahun) dan hal semisalnya, namun tidak
dapat dipastikan bahwa orang tua dapat selalu hadir di samping anaknya untuk
memberikan bimbingan terkait isi tayangan. Begitu pun ketika ada batasan usia
untuk menyaksikan suatu tayangan tertentu, maka tidak bisa dijamin pula yang menonton
tayangan itu adalah orang-orang dalam rentang usia tersebut, bahkan bisa jadi
yang menyaksikan adalah seseorang yang tidak sepantasnya menyaksikan acara
tersebut misalnya anak kecil yang
menonton acara dengan konten dewasa.
Televisi telah menjadi kebutuhan primer bagi setiap
rumah tangga, hukumnya seolah menjadi wajib dalam setiap rumah. Rumah terasa suntuk dan sepi ketika tidak ada televisi,
bahkan seolah televisi adalah bagian (anggota) keluarga yang ketika tidak ada
akan dicari dan kehadirannya juga selalu dirindukan. Beberapa rumah bahkan memiliki televisi
di tiap ruangan dan tiap sudutnya, sehingga jumlah televisi pada rumah tersebut
diatas dua buah.
Dari sekian banyak acara televisi yang sangat merusak itu di antaranya adalah Film dan Sinetron. Industri hiburan memang menjanjikan keuntungan yang luar biasa bagi
orang yang berkecimpung di dalamnya, akan tetapi di sisi lain sering kali apa
yang disuguhkan dalam tontonan yang diproduksi oleh perusahaan hiburan atau rumah-rumah produksi (Produktion House) malah memberikan dampak negatif bagi penikmatnya. Tema yang
sering disuguhkan dalam film dan sinetron saat ini berkisar seputar masalah percintaan dan gaya
hidup. Meskipun mengangkat tema lain, tetap saja unsur cinta dan gaya hidup mucul
dan menjadi bagian penting dari alur cerita. Parahnya lagi tren industri sinetron
tanah air lebih banyak menggunakan
remaja sebagai bintang utama. Melihat pangsa pasar, memang diakui bahwa sinetron dengan
pemeran utama remaja akan sangat digandrungi oleh para penonton dan ratingnya juga amat tinggi. Hal ini disebabkan sebagian besar penontonnya adalah anak remaja yang tentu saja menyukai tayangan seputar remaja, selain itu film dan sinetron biasanya ditayangkan pada jam utama (Prime Time), waktu di mana sebagian besar orang sedang santai dan tidak ada kesibukan yang berarti sehingga biasanya mereka menghabiskan waktunya di depan televisi. Maka jadilah remaja yang masih labil menjadikan aktor/aktris remaja sebagai idolanya, dan menjadikan tontonan menjadi tuntunan dan gaya hidupnya.
Ketika Tontonan telah menjadi Tuntunan, misalnya saja tayangan Film dan Sinetron, maka
apa saja yang dilakukan oleh pemeran (aktor/aktris)
di televisi berusaha ditiru dan dicontoh, kehadiran sinetron favorit sangat
dirindukan sehingga mengalahkan hal lain yang waktunya bisa saja berbenturan dengan tayangan tersebut misalnya
waktu belajar ataupun waktu untuk melaksanakan kewajiban ibadah. Kegiatan mencontoh prilaku dan gaya
hidup aktor/aktris pujaan akan membawa pelakunya kepada gaya hidup hedonis dan materiel oriented. Dampak negatif akan muncul ketika keadaan si peniru sangat jauh
dengan berbeda dengan orang yang ingin ditiru, akibatnya ia berusaha meniru
ditengah keterbatannya, bahkan upaya meniru tersebut bisa membawa kesusahan bagi dirinya
dan keluarganya atau bahkan bisa menimbulkan pelaggaran hukum. Dampak buruk juga muncul ketika apa yang dilakukan idola di copas (copy -paste) dalam kehidupan nyata, padahal yang dilakukan sang idola tak selalu sesuai dengan norma, baik agama, sosial, kesusilaan dan aspek nilai lainnya. Gaya hidup bebas
yang diperankan dalam tayangan televisi terkait tema cinta juga pasti akan berdampak buruk
dalam kehidupan nyata, bisa dipastikan keinginan untuk memilki pacar atau
jalan-jalan dengan lawan jenis akan membawa seseorang kepada Khalwat [1],
sehingga berbuah dosa dan sangat riskan terjadi pelanggaran terhadapa norma agama dan susila. Sering kali ketika sedang dengan lawan jenisnya, seseorang tidak akan sanggup
melawan hawa nafsu yang selalu dibisikkan oleh musuh abadi manusia yakni
syaitan yang secara usia dan pengalaman dalam menyesatkan berada di level
teratas.
Pacaran (baca:Khalwat) merupakan perbuatan dosa, karena merupakan perbuatan yang mengarah pada perbuatan zina, namun seolah menjadi mubah bahkan dianjurkan dalam tayangan televisi. Tayangan yang hanya mementingkan rating dan materi tanpa memperhatikan dampak yang ditimbulkan, seyogyanya ditinggalkan dan ditentang penayangannya.
Batas-batas norma akan diterobos oleh obsesi
diri yang dipengaruhi oleh tontonan. Keluarlah seseorang dari rel syariat karena
menurutkan nafsu dan syahwat. Kehidupan sinetron hanyalah fiktif dan skenario,
akan tetapi penikmatnya buta dan menganggapnya nyata dan berusaha menjadikannya menjadi
nyata dengan dirinya sebagai pemeran utama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar