Tantangan Dalam Dakwah
Medan Berat Pewaris Anbiya, Media Ummat Untuk Introspeksi
oleh : Abu Quhava Ahda Al-Banjary
Tantangan dakwah memang amat berat, beberapa
ayat Al-Qur'an banyak bercerita bagaimana para Rasul ditentang habis-habisan
oleh umatnya sendiri bahkan oleh keluarganya. Ada yang dikatakan orang gila,
membawa kerugian, membawa kehancuran, dikatakan sok suci dan hinaan lain yang
semisalnya, bahkan ada yang sampai dibunuh. Tantangan tidak hanya dialami oleh
para rasul tetapi juga oleh orang yang mengikuti dakwah tersebut. Sehingga tantangan
dan hambatan dapat dikatakan sebagai resiko bagi dakwah itu sendiri.
Mendakwahkan (menyampaikan) agama ini merupakan tugas yang
mulia, karena ia merupakan kegiatan yang dilakukan oleh orang-orang yang mulia yakni para Rasul. Oleh sebab
itu sangat beruntung orang-orang yang tetap istiqamah di atas jalan dakwah
meski mendapatkan ujian berat baik secara fisik maupun psikis.
Tantangan dakwah akan semakin terasa ketika yang
dilakukan adalah upaya "Tajdid". Upaya Tajdid merupakan upaya
pembaharuan, akan tetapi bukan pembaharuan dalam makna umum yang berarti
inovasi dari hal yang tidak ada menjadi ada. Konsep Tajdid adalah gerakan
pembaharuan untuk mengembalikan kemurnian ajaran agama sesuai dengan konsep
aslinya, sehingga upaya inovasi dan penggerogotan ajaran agama sangat
ditentang. Mungkin menjadi pertanyaan pula mengapa upaya Tajdid itu ditentang?,karena upaya pemurnian ajaran agama mengesankan sesuatu berbeda dari ajaran yang dipegang oleh orang kebanyakan. Ketika berbeda dengan mayoritas, maka akan dianggap sebagai ajaran sesat lagi menyesatkan, sehingga ia harus dicegah bahkan dihilangkan.
Ajaran setiap nabi dan Rasul memiliki
kesamaan, mulai nabi pertama hingga nabi terakhir, ajaran yang dibawa adalah agar ummat mentauhidkan
(mengesakan) Allah. Baik dalam hal Rububiyah (aspek keyakinan atas Otoritas Kekuasan Allah),
Uluhiyah (Aspek keyakinan Otoritas Penghambaan hanya kepad Allah) dan Asma wa Sifat (Aspek Sifat yang
dimiliki dimiliki Allah dan berbeda dari Makhluq). Seiringnya berjalannya waktu, ajaran para Rasul tergerus oleh
berbagai sebab di antaranya hawa nafsu manusia. Ketika hawa nafsu (termasuk
akal) telah dijadikan acuan "standar kebenaran", maka ajaran Ilahi akan terasa
aneh dan sering dianggap keliru bahkan menyimpang. Ketika terjadi perbedaan
Standar kebenaran itu, maka terjadilah pertentangan yang
amat hebat lagi dahsyat. Pertentangan antara mashlahat dengan mafsadat, taat dan maksiat, iman dan
kufur, sunnah dan bid'ah.
Ketika terjadi pertentangan antara iman dan
kufur atau antara ketaatan dan kemaksiatan, maka hal ini tampak lebih mudah diidentifasi. Akan tetapi ketika pertentangan yang terjadi adalah antara
orang-orang yang memiliki syahadat yang sama, maka hal ini menjadi amat berat, secara zhohir mereka adalah satu ummat, tetapi berbeda secara bathin. Dari luar tampak sama akan tetapi isinya berbeda. Jika hal ini terjadi maka akan merugikan bagi umat islam sendiri. Sudah cukup berat tantangan yang
diberikan oleh orang-orang kafir atas ummat ini, bahkan Allah mengatakan bahwa
mereka ( baca ;orang Kafir, Yahudi dan Nasrani) tidak akan ridha sampai ummat ini mengikuti millah (agama) mereka. Ketika
terjadi pertentangan intern, pertentangan dalam diri Ummat Islam sendiri, maka umat agama lain akan bertepuk tangan dan bersorak dengan
bangganya. Akibatnya agama Allah yang mulia ini sering mereka hinakan karena pemeluknya yang merupakan sesama saudara, harusnya saling menjaga dan melindungi malah saling memusuhi dan menyakiti.
Bahkan saat ini isu toleransi beragama digaungkan dan dibunyikan, maka itu tampaknya hanya untuk agama lain (baca ; orang Kafir), akan tetapi ketika saudara seiman
yang berbeda dalam masalah tertentu, maka ditentang habis-habisan bahkan lebih
keras perlakuannya dibandikan apa yang dilakukan atas orang kafir. Masing-masing
pihak merasa paling benar, paling sesuai dengan tuntunan syari'at, pokoknya
paling dalam segala hal. sedangkan kelompok lain dianggap sebagai virus yang
membahayakan hingga harus diberantas, bahkan jika diperlukan menghalalkan cara-cara
yang radikal. Toleransi menjadi sekedar angan-angan yang hanya selalu dalam
bayangan tanpa mungkin menjadi kenyataan.
Rasulullah yang mulia telah mengingatkan
bahwa agar tidak pernah tersesat yang harus dan mesti dilakukan adalah berpegang teguh pada ajaran
Allah dan Rasulnya (Al-Quran dan Sunnah). Akan tetapi yang terjadi saat ini, kaum muslimin lebih menyukai mengutip pendapat orang tertentu untuk mengamalkan
sesuatu, memberikan statement bahkan dalam berfatwa (berpendapat), terlebih lagi ketika berdebat dalam masalah agama. Bukan maksud mendeskreditkan
ulama, kiayi,ustadz atau siapa pun, akan tetapi kita harus mengingat dan
menyadari bahwa pendapat seseorang bukanlah dalil, akan tetapi ia harus didasari oleh dalil. Sehingga berdebat tanpa dalil adalah seperti pertengkaran
orang buta, yang tidak menghasilkan apa-apa kecuali keletihan yang
menyengsarakan. tidak mengetahui dimana sasaran, yang mana kawan dan yang mana lawan.
Bahkan ulama-ulama terdahulu, termasuk para
imam mazhab mengingatkan para pengikutnya agar jangan sekedar mengambil pendapatnya,
akan tetapi lihatlah dari mana pendapatnya itu berasal (dalil yang digunakan). Jika pendapat
mereka sesuai dengan kitabullah dan sunnah Rasulnya, maka tidak ada kata lain
kecuali Sami'na wa Atha'na (kami dengar dan kami Ta'at). Akan tetapi sebaliknya
jika pendapat mereka bertentangan Kitabullah dan Sunnah maka tinggalkan
pendapat tersebut, tanpa harus melihat siap yang memberikan pendapat.
Kita memang diperintahkan menghormati ulama, Karena
keilmuannya dan ia adalah pewaris para rasul. Akan tetapi yang harus diingat
jangan sampai penghormatan yang diberikan memunculkan benih-benih pengkultusan
hingga menempatkan mereka bak seorang nabi, bahkan menganggapnya berada dalam
maqam (kedudukan) yang hanya berhak ditempati oleh Allah azza Wa jalla. Sehingga
perbedaan mazhab, perbedaan organisasi, kelompok tidak akan membawa perpecahan
karena memilki dasar yang sama yakni Al-Quran dan Sunnah.
Tidak pula bisa dipungkiri dengan dalil yang sama
pun seseorang bisa berbeda pendapat, oleh sebab itu disinilah perlu adanya toleransi,
saling menghormati pendapat masing-masing. Dengan demikian maka ummat islam
dirasakan rahmatnya keseluh penjuru alam ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar