"Sesungguhnya Allah Akan Mengangkat Derajat Orang Yang Beriman dan Memiliki Ilmu Pengetahuan Beberapa Derajat"

Rabu, 24 Agustus 2016

Tantangan Dakwah

Tantangan Dalam Dakwah
Medan Berat Pewaris Anbiya, Media Ummat Untuk Introspeksi
oleh : Abu Quhava Ahda Al-Banjary




Tantangan dakwah memang amat berat, beberapa ayat Al-Qur'an banyak bercerita bagaimana para Rasul ditentang habis-habisan oleh umatnya sendiri bahkan oleh keluarganya. Ada yang dikatakan orang gila, membawa kerugian, membawa kehancuran, dikatakan sok suci dan hinaan lain yang semisalnya, bahkan ada yang sampai dibunuh. Tantangan tidak hanya dialami oleh para rasul tetapi juga oleh orang yang mengikuti dakwah tersebut. Sehingga tantangan dan hambatan dapat dikatakan sebagai resiko bagi dakwah itu sendiri.
Mendakwahkan (menyampaikan) agama ini merupakan tugas yang mulia, karena ia merupakan kegiatan yang dilakukan oleh orang-orang yang mulia yakni para Rasul. Oleh sebab itu sangat beruntung orang-orang yang tetap istiqamah di atas jalan dakwah meski mendapatkan ujian berat baik secara fisik maupun psikis.
Tantangan dakwah akan semakin terasa ketika yang dilakukan adalah upaya "Tajdid". Upaya Tajdid merupakan upaya pembaharuan, akan tetapi bukan pembaharuan dalam makna umum yang berarti inovasi dari hal yang tidak ada menjadi ada. Konsep Tajdid adalah gerakan pembaharuan untuk mengembalikan kemurnian ajaran agama sesuai dengan konsep aslinya, sehingga upaya inovasi dan penggerogotan ajaran agama sangat ditentang. Mungkin menjadi pertanyaan pula mengapa upaya Tajdid itu ditentang?,karena upaya pemurnian ajaran agama  mengesankan sesuatu berbeda dari ajaran yang dipegang oleh orang kebanyakan. Ketika berbeda dengan mayoritas, maka akan dianggap sebagai ajaran sesat lagi menyesatkan, sehingga ia harus dicegah bahkan dihilangkan.
Ajaran setiap nabi dan Rasul memiliki kesamaan, mulai nabi pertama hingga nabi terakhir, ajaran yang dibawa adalah agar ummat mentauhidkan (mengesakan) Allah. Baik dalam hal Rububiyah (aspek keyakinan atas Otoritas Kekuasan Allah), Uluhiyah (Aspek keyakinan Otoritas Penghambaan hanya kepad Allah) dan Asma wa Sifat (Aspek Sifat yang dimiliki dimiliki Allah dan berbeda dari Makhluq). Seiringnya berjalannya waktu, ajaran para Rasul tergerus oleh berbagai sebab di antaranya hawa nafsu manusia. Ketika hawa nafsu (termasuk akal) telah dijadikan acuan "standar kebenaran", maka ajaran Ilahi akan terasa aneh dan sering dianggap keliru bahkan menyimpang. Ketika terjadi perbedaan Standar kebenaran itu, maka terjadilah pertentangan yang amat hebat lagi dahsyat. Pertentangan antara mashlahat dengan mafsadat, taat dan maksiat, iman dan kufur, sunnah dan bid'ah.
Ketika terjadi pertentangan antara iman dan kufur atau antara ketaatan dan kemaksiatan, maka hal ini tampak lebih mudah diidentifasi. Akan tetapi ketika pertentangan yang terjadi adalah antara orang-orang yang memiliki syahadat yang sama, maka hal ini menjadi amat berat, secara zhohir mereka adalah satu ummat, tetapi berbeda secara bathin.  Dari luar tampak sama akan tetapi isinya berbeda. Jika hal ini terjadi maka akan merugikan bagi umat islam sendiri. Sudah cukup berat tantangan yang diberikan oleh orang-orang kafir atas ummat ini, bahkan Allah mengatakan bahwa mereka ( baca ;orang Kafir, Yahudi dan Nasrani) tidak akan ridha sampai ummat ini mengikuti millah (agama) mereka. Ketika terjadi pertentangan intern, pertentangan dalam diri Ummat Islam sendiri, maka umat agama lain akan bertepuk tangan dan bersorak dengan bangganya. Akibatnya agama Allah yang mulia ini sering mereka hinakan karena pemeluknya yang merupakan sesama saudara, harusnya saling menjaga dan melindungi malah saling memusuhi dan menyakiti.
Bahkan saat ini isu toleransi beragama digaungkan dan dibunyikan, maka itu tampaknya hanya untuk agama lain (baca ; orang Kafir), akan tetapi ketika saudara seiman yang berbeda dalam masalah tertentu, maka ditentang habis-habisan bahkan lebih keras perlakuannya dibandikan apa yang dilakukan atas orang kafir. Masing-masing pihak merasa paling benar, paling sesuai dengan tuntunan syari'at, pokoknya paling dalam segala hal. sedangkan kelompok lain dianggap sebagai virus yang membahayakan hingga harus diberantas, bahkan jika diperlukan menghalalkan cara-cara yang radikal. Toleransi menjadi sekedar angan-angan yang hanya selalu dalam bayangan tanpa mungkin menjadi kenyataan.
Rasulullah yang mulia telah mengingatkan bahwa agar tidak pernah tersesat yang harus dan mesti dilakukan adalah berpegang teguh pada ajaran Allah dan Rasulnya (Al-Quran dan Sunnah). Akan tetapi yang terjadi saat ini, kaum muslimin lebih menyukai mengutip pendapat orang tertentu untuk mengamalkan sesuatu, memberikan statement bahkan dalam berfatwa (berpendapat), terlebih lagi ketika berdebat dalam masalah agama. Bukan maksud mendeskreditkan ulama, kiayi,ustadz atau siapa pun, akan tetapi kita harus mengingat dan menyadari bahwa pendapat seseorang bukanlah dalil, akan tetapi ia harus didasari oleh dalil. Sehingga berdebat tanpa dalil adalah seperti pertengkaran orang buta, yang tidak menghasilkan apa-apa kecuali keletihan yang menyengsarakan. tidak mengetahui dimana sasaran, yang mana kawan dan yang mana lawan.
Bahkan ulama-ulama terdahulu, termasuk para imam mazhab mengingatkan para pengikutnya agar jangan sekedar mengambil pendapatnya, akan tetapi lihatlah dari mana pendapatnya itu berasal (dalil yang digunakan). Jika pendapat mereka sesuai dengan kitabullah dan sunnah Rasulnya, maka tidak ada kata lain kecuali Sami'na wa Atha'na (kami dengar dan kami Ta'at). Akan tetapi sebaliknya jika pendapat mereka bertentangan Kitabullah dan Sunnah maka tinggalkan pendapat tersebut, tanpa harus melihat siap yang memberikan pendapat.
Kita memang diperintahkan menghormati ulama, Karena keilmuannya dan ia adalah pewaris para rasul. Akan tetapi yang harus diingat jangan sampai penghormatan yang diberikan memunculkan benih-benih pengkultusan hingga menempatkan mereka bak seorang nabi, bahkan menganggapnya berada dalam maqam (kedudukan) yang hanya berhak ditempati oleh Allah azza Wa jalla. Sehingga perbedaan mazhab, perbedaan organisasi, kelompok tidak akan membawa perpecahan karena memilki dasar yang sama yakni Al-Quran dan Sunnah.

Tidak pula bisa dipungkiri dengan dalil yang sama pun seseorang bisa berbeda pendapat, oleh sebab itu disinilah perlu adanya toleransi, saling menghormati pendapat masing-masing. Dengan demikian maka ummat islam dirasakan rahmatnya keseluh penjuru alam ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar