"Sesungguhnya Allah Akan Mengangkat Derajat Orang Yang Beriman dan Memiliki Ilmu Pengetahuan Beberapa Derajat"

Kamis, 25 Agustus 2016

Menggunjing (Ghibah)

GHIBAH
Dosa Kanibalisme yang Tidak Disadari
oleh : Abu Quhava Ahda Al- Banjary


Sering sekali tanpa sadar kita menggunjing saudara kita, apakah dalam ngobrol santai atau dalam forum resmi bahkan dalm pengajian agama. Padahal perbuatan ghibah merupakan dosa yang berat. Bahkan Allah SWT mengumpamakan orang yang berbuat ghibah laksana kanibal, perbuatan yang tentu saja sangat menjijikan dalam pandangan akal sehat manusia. 

وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ

“Janganlah kalian menggunjingkan satu sama lain. Apakah salah seorang dari kalian suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kalian merasa jijik kepadanya. Bertaqwalah kalian kepada Allah. Sesungguhnya Allah itu Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” [QS Al Hujurat: 12]

Lebih jauh lagi dalam hadist yang diriwayatkan oleh  Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah bersabda:


أتدرون ما الغيبة؟ قالوا: الله ورسوله أعلم. قال: ذكرك أخاك بما يكره. قيل: أفرأيت إن كان في أخي ما أقول؟ قال: إن كان فيه ما تقول فقد اغتبته، وإن لم يكن فيه فقد بهته

“Tahukah kalian apa itu ghibah?” Para sahabat menjawab: “Allah dan rasul-Nya lebih mengetahuinya.” Nabi berkata: “Engkau membicarakan saudaramu dengan sesuatu yang dia benci.” Ada yang bertanya: “Bagaimana pendapat anda jika padanya ada apa saya bicarakan?” Beliau menjawab: “Jika ada padanya apa yang engkau bicarakan maka engkau telah mengghibahnya, dan jika tidak ada padanya apa yang engkau bicarakan maka engkau berbuat buhtan terhadapnya
(menfitnahnya/menuduh tanpa bukti) [HR Muslim]

Jika yang kita bicarakan tentang saudara kita adalah kebenaran saja adalah perbuatan terlarang, apalagi jika yang kita bicarakan adalah hal-hal yang belum jelas kebenarannya. Seringkali merasa diri lebih baik atau lebih suci menyebabkan seseorang dengan mudahnya menggunjing / menyebutkan kejelekan orang lain. Padahal setiap muslim adalah saudara, bagaimana kah jeleknya hati seorang saudara sampai saudaranya sendiri ia jelek-jelekkan di hadapan orang lain.

Lebih parah lagi ketika orang yang mendengarkan Ghibah meneruskan berita serupa kepada orang lain, bahkan biasanya sudah sikap manusia ketika menyampaikan berita lebih banyak bumbu yang dimasukkan. Sehingga sering kita mendengar ungkapan " kalau seseorang menitipkan barang (uang) kepada orang lain sering kali jumlahnya malah berkurang dari jumlah awalnya. Akan tetapi kalau omongan yang dibawa, sering kali lebih banyak dari yang disampaikan pertama kali.


Terlepas dari hal itu Imam Annawawi Rahimahullah menyampaikan bahwa ada jenis ghibah yang diperbolehkan, yaitu atas 6 (enam) keadaan. Pertama Mengadu tindak kezaliman kepada penguasa atau pada pihak yang berwenang. Semisal mengatakan, “Si Fulan telah menzalimiku.” Kedua Meminta tolong agar dihilangkan dari suatu perbuatan mungkar dan untuk membuat orang yang berbuat kemungkaran tersebut kembali pada jalan yang benar. Semisal meminta pada orang yang mampu menghilangkan suatu kemungkaran, “Si Fulan telah melakukan tindakan kemungkaran semacam ini, tolonglah kami agar lepas dari tindakannya.” Ketiga Meminta fatwa pada seorang mufti seperti seorang bertanya Mufti, “Saudara kandungku telah menzalimiku demikian dan demikian, Bagaimana caranya aku lepas dari kezaliman yang ia lakukan.” Keempat Mengingatkan kaum muslimin terhadap suatu kejelekan seperti mengungkap jeleknya hafalan seorang perawi hadits. kelima Membicarakan orang yang terang-terangan berbuat maksiat dan bid’ah terhadap maksiat atau bid’ah yang ia lakukan, bukan pada masalah lainnya. Keenam Menyebut orang lain dengan sebutan yang ia sudah ma’ruf (dikenal umum) dengannya seperti menyebutnya si buta. Namun jika ada ucapan yang bagus, itu lebih baik.
Jika memperhatikan lebih seksama apa yang dijelaskan oleh Imam Annawawi, maka yang menjadi asas dari kebolehan menyebutkan kejelekan orang lain adalah jika kemashlahannya jauh melebihi keburukan (mafsadatnya), akan tetapi jika keburukannya seimbang dengan kebaikan yang ditimbulkan atau bahkan keburukan saja yang menyertai gunjingan yang dibawa, maka wajib untuk dihindari.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar