KRISIS KADER
(Bagian Petama)
Oleh Abu Quhava Ahda Al- Banjary
Krisis kader tampaknya menjadi kekhawatiran
yang dirasakan oleh hampir semua pimpinan daerah muhammadiyah di Kalimantan selatan,
atau mungkin menjadi momok dalam skala nasional. Kader memang memegang peran
penting untuk melanjutkan gerak langkah persyarikatan (baca:muhammadiyah),
sebab tidak mungkin sebuah organisasi besar seperti Muhammadiyah dapat berjalan
jika tidak memiliki penerus perjuangan, yakni para kader.
Di beberapa tempat bahkan anak
para pimpinan Muhammadiyah sendiri tampak enggan berkecimpung dalam organisasi
yang digeluti orang tuanya, sehingga sering muncul tanggapan sinis : " Anaknya
pimpinan Muhammadiyah saja tidak ikut kegiatan di Muhammadiyah".
Pengkaderan muncul dari kegiatan,
ketika tidak ada kegiatan maka akan sangat sulit melahirkan kader, akan tetapi
ketika telah banyak kegiatan yang dilakukan maka akan lebih mudah menghasilkan kader.
Muhammadiyah sebagai gerakan besar dan di dalamnya ada organisasi otonom
(ortom) seharusnya cukup mudah menghasilkan kader, karena setiap ortom yang
dimiliki Muhammadiyah memungkinkan melakukan kegiatan yang dapat disesuaikan
dengan tingkatan dan latarbelakang setiap orang yang ada di masyarakat. Pada usia
remaja/pelajar ada Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM), di kalangan Mahasiswa ada
ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), di kalangan Pemuda ada Pemuda
Muhammadiyah, di kalangan pemudi ada Nasyiatul 'Aisyiah (NA), untuk para ibu
ada Aisyiah, serta bagi yang hobi
beladiri ada Tapak Suci (TS) yang bisa membawahi, dan yang menyukai kegiatan
kepanduan ada Hizbul Wathan (HW) yang bisa menaungi. Belum lagi amal usaha
Muhammadiyah (AUM) yang jumlahnya tidak sedikit seharusnya juga bisa menjadi
pencetak kader-kader Muhammadiyah. Dengan demikian mengapa masih sulit
menghasilan kader?.
Dengan semua yang dimiliki
Muhammadiyah di atas, banyak faktor yang menyebabkan proses pengkaderan dalam
Muhammadiyah tidak berjalan sesuai yang diharapkan, sehingga muncullah
kesulitan untuk menghasilkan kader yang mumpuni lagi militan. Beberapa ortom di
beberapa daerah tampak mati suri bahkan ada yang benar-benar mati, ada yang ada
hanya sebatas nama namun tanpa kegiatan, adanya tumpang tindih jabatan karena orang-orang yang mau aktif memang cuma itu-itu saja, akhirnya tidak dapat melaksanakan program kerja dengan maksimal. Oleh sebab itu saatnya Muhamamdiyah
kembali mengambil langkah strategis agar jangan sampai kader-kadernya semakin
menyusut bahkan hilang, Na'uzubillah.
Mengingat pengkaderan bisa
dilahirkan dari kagiatan, maka yang mesti dilakukan sekarang adalah bergerak
dan lakukan kegiatan, namun yang menjadi masalah klasik adalah dana, bagaimana
mungkin melakukan kegiatan kalau tidak ada biaya atau anggaran?. Karena tidak
ada anggran atau biaya jadilah kegiatan tidak dapat dilakukan dan hanya sebatas
mimpi dan bunga tidur, akhirnya sulit sekali menghasilkan kader. Najib Hamid
(PW Muhamamadiyah Jatim) dalam kesempatan Rakorwil Majelis Pendidikan Kader PWM
Kal-Sel mengatakan bahwa sekarang cobalah untuk berfikir terbalik, jangan
menunggu dana baru melakukan kegiatan, tapi lakukanlah kegiatan, maka insya
Allah dana akan datang dengan sendirinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar